Premium303

Premium303 : Situs Terbaik untuk Bermain Game Online

Karena Unggahan Istri di Medsos, Tiga Anggota TNI Dicopot Jabatannya

Karena Unggahan Istri di Medsos, Tiga Anggota TNI Dicopot Jabatannya – Anggota TNI dicabut dari jabatannya dan mendapatkan sanksi kurungan selama 14 hari dikarenakan istri mereka mengunggah status dengan nada sinis terhadap insiden penusukan Menkopolhukam Wiranto. Kasus ini kemudian dipertanyakan aktivis HAM.

Tiga anggota TNI yang dicabut jabatannya adalah Peltu YNS, anggota POMAU Lanud Muljono Surabaya; Komandan Distrik Militer Kendari, Kolonel HS; dan Sersan Dua Z. sbobet88

Karena Unggahan Istri di Medsos, Tiga Anggota TNI Dicopot Jabatannya

Bukan hanya itu, istri mereka juga diancam dipidanakan dengan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terkait dengan ujaran kebencian yang mereka ungga di media sosial. sbobet

Menurut Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XIV Hasanuddin, Maskun Nafiq, Kolonel HS dicopot lantaran melanggar aturan disiplin internal TNI terkait penggunaan media sosial. https://www.mrchensjackson.com/

Ketua bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), M Isnur, menilai dasar hukum yang digunakan dalam menghukum tiga anggota TNI sangat lemah.

Dia berpendapat hukuman yang diberikan semestinya bertahap mulai dari peringatan dan nasihat bukan langsung dicopot dan ditahan.

Ia pun bertanya-tanya mengapa anggota TNI bisa kena hukum karena kesalahan anggota keluarganya.

Isnur mengatakan bahwa keluarga TNI juga punya kebebasan untuk berpendapat.

“Istri dan anak TNI juga punya kebebasan. Mereka tidak terikat Sapta Marga (sumpah prajurit). Mereka person lain di tubuh tentara,” katanya kepada wartawan Muhammad Irham yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (14/10).

“Larangan-larangan itu ditujukan kepada prajurit dan keluarga untuk bijak menggunakan media sosial,” kata Maskun seperti dikutip Kompas TV, Senin (14/10).

Menurut catatan Maskun, ini menjadi kasus hukuman pertama di TNI terkait UU ITE.

“Kita ini tunduk pada kehidupan norma militer,” tambahnya tanpa merinci landasan hukuman bagi anggota TNI yang istrinya mengunggah status di media sosial.

Di sisi lain, berdasarkan Undang Undang No. 25/2014 tentang Hukum Disiplin Militer, tidak ada yang menyebutkan hukuman dijatuhkan kepada anggota TNI karena kesalahan anggota keluarganya.

Namun Maskun berdalih, “Ini keterkaitan tentang ketaatan asas. Jadi kan sudah ada imbauan, larangan dari pimpinan, ini masih untuk tidak mengunggah informasi yang bersifat sensitif, yang atau mengecam atau mendeskriditkan kesatuan.”

Penegakan hukum seperti ini mengemuka beberapa hari menjelang pelantikan Joko Widodo sebagai presiden pada masa jabatan kedua.

Ketua bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), M Isnur, khawatir bahwa peristiwa seperti itu menjadi salah satu indikator wajah penegakan hukum dalam lima tahun mendatang.

M.Isnur bahkan memproyeksikan penegakan hukum menjadi alat mengkriminalisasi warga.

“Menjadi alat untuk mengkriminalkan warga yang kira-kira tidak mau tunduk, warga yang melawan, warga yang kritis, warga yang mempertahankan ruang-ruang hidupnya,” katanya dalam diskusi bertajuk ‘Habis Gelap Terbitlah Kelam’ di Jakarta, Senin (14/10).

M Isnur memberikan contoh penanganan aksi demonstrasi 23 – 30 September ketika kepolisian dituduh menangkap dan menahan orang tanpa status yang jelas.

Kemudian, lanjut M Isnur, mereka yang dianggap kritis terhadap pemerintah dengan mudah dijerat dengan pasal-pasal karet seperti penghinaan, pencemaran nama baik, dan mengutarakan kebencian seperti termuat dalam UU ITE maupun KUHP.

M Isnur merujuk nasib Dhandy Laksono yang ditetapkan sebagai tersangka, sementara para buzzer pro-pemerintah yang dituduh menyebar hoaks justru tidak diproses hukum.

M Isnur memprediksi tren dalam lima tahun mendatang, penegakan hukum akan lebih banyak menyasar kelompok petani dan masyarakat adat. Sebab, kata dia, pemerintahan Presiden Joko Widodo akan menggencarkan pembangunan infrastruktur yang membutuhkan lahan.

Berdasarkan catatan YLBHI dalam dua tahun terakhir terjadi peningkatan laporan kasus. Pada 2017, lembaga ini menerima 2.797 laporan, dan meningkat menjadi 3.455 laporan pada 2018. Sebagian besar laporan kasus masyarakat terkait dengan agraria yang melibatkan perusahaan swasta.

Ron Owens

Back to top