Bagaimana nasib UMKM, Kewajiban sertifikasi resmi halal mulai berlaku?

Bagaimana nasib UMKM, Kewajiban sertifikasi resmi halal mulai berlaku? – Mulai pada Kamis (17/10), semua tempat makanan atau minuman yang menjual produk makanan dan minumannya wajib bersertifikat halal, termasuk yang dijajakan para pedagang kaki lima serta kelompok usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Juru Bicara Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Hartono mengatakan perlu diadakan sertifikasi dahulu kepada UMKM. https://morrowpacific.com/

Mulai Kamis, BPJPH Kemenag menggantikan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Komestika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) sebagai otoritas pemberi sertifikat halal. https://hullcrave.com/

Hartono mengatakan apabila UMKM tidak disertifikasi halal, maka kita bisa saja makan ayam yang seolah-olah halal, padahal ayam itu ayam bangkai, ayam tiren atau mati kemarin. Begitu juga daging, siapa yang bisa jamin bakso benar-benar halal. hullcrave.com

Ditulis di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), yang dimaksud dengan produk adalah “barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, dan produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat”. https://www.benchwarmerscoffee.com/

Hartono mengatakan, sertifikasi hanya diwajibkan bagi produsen yang mengklaim produk mereka halal.

Bagi pengusaha yang produknya mengandung unsur haram menurut syariat Islam – seperti babi atau alkohol – mendapat pengecualian. Tetapi produk-produk yang dinilai haram harus mencantumkan keterangan tidak halal pada produk yang di jualnya.

Kepala BPJPH Kemenag Sukoso mengatakan kalau dari aturan BPJPH, keterangan tidak halal itu berupa dalam komposisi yaitu bahan yang digunakan, ditulis dengan warna berbeda dan kontras.

Herman, pedagang sate madura yang sudah menjajakan dagangannya dalam gerobak di Jakarta sejak sepuluh tahun lalu, keberatan dengan aturan baru itu. Herman menuturkan kalau barang dagangan yang dia jual itu halal karena dia sendiri beragama muslim. Herman juga merasa berat jika harus mengeluarkan uang lagi demi memperoleh label halal BPJPH Kemenag di gerobaknya. Ia mengeluh bahwa memperoleh label halal pada dagangan nya hanya merugikan dia saja karena harus mengeluarkan biaya lebih.

Dalam UU JPH, diatur bahwa pembiayaan sertifikasi halal pelaku usaha mikro dan kecil dapat difasilitasi oleh pihak lain, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga perusahaan dan asosiasi. Tetapi , belum ada ketentuan lebih lanjut yang mengatur mekanisme pembiayaan hingga berlakunya undang-undang tersebut.

Ketua umum Asosiasi Industri Usaha Mikro dan Kecil Menengah, Hermawati Setyorinny, ragu pemerintah akan turun tangan dalam pembiayaan itu.

“Apa ada subsidi? Atau mungkin harus ada kelas-kelas. Yang mikro oke pemerintah nih yang ngurusin, terus yang kecil subsidi, yang menengah lepas, harusnya begitu,” tuturnya, “Tapi kayaknya selama ini kan enggak, ya udah dibiarkan saja.” Hermawati Setyorinny, Ketua umum Asosiasi Industri Usaha Mikro dan Kecil Menengah justru menyindir kebiasaan buruk sejumlah oknum auditor halal yang enggan datang tanpa adanya tambahan “ongkos”.

Hermawati mengatakan jikalau mereka datang tidak dikasih uang transport maka mereka tidak akan datang,

Jika peraturan kewajiban sertifikasi tersebut memang akan diberlakukan, Hermawati mengingatkan BPJPH Kemenag untuk serius dan telaten menangani proses sosialisasi aturan baru kewajiban sertifikat halal tersebut.

“Yang jadi kendala, negara kita ini kan sosialisasinya kurang, kalau sudah diputuskan seakan-akan semua orang pasti tahu,” katanya.

“Kalau memang ini diterapkan, harus banyak sosialisasi.”

Diberlakukan secara bertahap

Hingga Kamis (17/10), BPJPH Kemenag belum menetapkan tarif yang dikenakan bagi pelaku usaha yang berniat mensertifikasi halal produk mereka.

“Dalam waktu dekat akan dirilis berapa, untuk UKM itu berapa, untuk korporasi berapa, yang porsi besar berapa,” kata sang juru bicara, Hartono.

Ia mengatakan bahwa pada hari pertama pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal produk, masih banyak orang yang belum memahami tata cara sertifikasi itu kini.

Hartono mengatakan bahwa dia melihat orang yang datang masih kebingungan dengan kewajiban sertifikasi halal produk.

Jalan sertifikasi halal di bawah BPJPH Kemenag akan dimulai dari registrasi yang dilakukan pelaku usaha di gedung Kemenag maupun di kantor-kantor wilayah Kemenag di seluruh provinsi di Indonesia.

Kemudian BPJPH, akan memeriksa dokumen persyaratan pelaku usaha dan menetapkan lembaga pemeriksa halal (LPH) dalam hal ini adalah LPPOM-MUI, sebelum munculnya LPH lain untuk memeriksa dan menguji kehalalan produk.

MUI mengeluarkan fatwa halal untuk produk terkait apabila produk tersebut memenuhi kriteria, yang kemudian menjadi dasar bagi BPJPH Kemenag untuk menerbitkan sertifikat halalnya untuk produk tersebut.

BPJPH Kemenag memberlakukan peraturan baru itu secara bertahap.

Untuk lima tahun ke depan, hingga 2024, semua produsen makanan dan minuman diberi waktu untuk dibina agar para produsen memenuhi standar halal.

Sedangkan untuk produsen yang menjual produk selain makanan dan minuman mulai dibina pada tahun 2021 mendatang agar dapat memperoleh label halal, termasuk barang gunaan seperti kulkas maupun microwave dan barang-barang rumah tangga lainnya.

Hartono menuturkan kalau kulkas diduga kuat polimer-polimer untuk di dalam freezernya itu plastik dicampur dengan turunan dari tulang-tulang babi, makanya perlu kita memastikan bahwa plastik yang digunakan itu tidak ada lagi peran tulang babi.

BPJPH akan memberikan sanksi terhadap produsen produk yang tidak bersertifikat halal – kecuali mereka yang sebelumnya sudah mensertifikasi produk mereka – tidak akan diberlakukan hingga masa pembinaan 5 tahun itu usai pada tahun 2024 mendatang.